Hasrat: (Hak & Aspirasi yang tak Tersalurkan) Jelang pemilu 2009
Oleh : Royani Mahasiswa Tarbiyah Uin Syariefhidayatullah Jakarta semester VI
Indonesia mengenal faham demokrasi sudah sangat lama, bahkan sejak Indonesia belum memproklamirkan diri menjadi sebuah Negara yang merdeka. Sebagai Negara yang demokratis hal ini tercermin pada saat para walisongo (sembilan wali) selalu mengedepankan musyawarah dan mufakat dalam setiap membuat kebijakan dan sudah menjadi hukum alam di dalam musyawarah terdapat jajak pendapat, usulan-usulan, adu argument, dan interupsi yang dikemas dalam wadah aspirasi. Untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang kita hadapi bersama. Hal yang sama juga dilakukan oleh para founding father kita. Dengan jalan musyawarah dan kesepakatan bersamalah dibentuklah sebuah aturan-aturan yang kita sebut sekarang sebagai Udang-Undang sebagi sebuah konstitusi dan sumber hukum bagi bangsa indonesia.
Hak mengelurakan pendapat adalah hak asasi bagi setiap individu dan menjadi wajib hukumnya apabila kita berada di dalam sebuah forum demokrasi (Negara). Hak untuk bereksrpesi, beraspirasi, dan berorganisasi adalah amanah konstitusi apabila ada yang menghalang-halangi kita untuk berekspresi, beraspirasi dan berorganisasi maka itu adalah musuh Negara karena telah menyalahi undang-undang.
Akan tetapi kita harus tahu dan faham kaidah dan aturan yang berlaku dalam mengeluarkan pendapat. Apakah cara kita sudah benar dan tidak melanggar aturan dan tatib yang berlaku.
Peranan legislative (DPR/MPR)
Legislative dalam sebuah rezim yang demokratik adalah unsur kedua dalam Triaspolitica Aristotelian. Beberapa unsure harus benar-benar mempunyai susunan tugas dan kerja yang terperinci dan mendasar. Meskipun dalam sejarahnya belum pernah hal itu terjadi (max webber). Dan yang paling vital dalam triaspollitica adalah legislative karena dari jalur inilah komunikasi antara rakyat dan pemimpinnya bisa terjadi. Legislative yang dianggap sebagai representative dari rakyat tetap saja hal itu masih menjadi dongeng belaka. Satu hal yang harus diperhatikan adalah akuntabilitas dan loyalitas kepada ngara dan rakyat atas jabatan yang diembannya. Meskipun kita hanya bisa menerima atas semua kebijakan yang mereka keuarkan, akan tetapi ini bukan berarti kita tidak bias menolaknya. Sebagai bentuk penolakan atas kebijakan tersebut banyak yang diimplementasikan dengan aksi-aksi penolakan BBM, konfersi minyak ke gas, dan pembatalan pengesahan UUBHP, serta banyak lagi bentuk-bentuk penolakan rakyat terhadap kebijakan yang meninidas. Sebagai sebuah institusi yang sangat dihormati dan sangat vital perananannya bagi Negara tentunya dapat lebih aspiratif dan selalu mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan sendiri maupun golongan. Dan aksi-aksi penolakkanpun tidak akan terjadi. Aksi-aksi yang dilakukan selama ini adalh sebagai bentuk kekecewaan tehadap wakil rakyat yang dinilai tidak aspiratif terhadap keinginan rakyat.
Hal yang terjadi terkadang malah kontradiktif. Selain itu kreatifitas yang kurang membuat para para pejabat tidak bisa mengentaskan madalah rakyat yang sedang terjadi, yang meraka lakukan hanya menjalankan tugas dan atau merealisasikan ransangan tugas dari pejabat terdahulu saja. Sedang kita tidak tahu apakah itu realisasi dari kebijakan yang populis atau malah itu menjadi bentuk penindasan baru dari pejabat yang baru.
Peranan mahasiswa
Mahasiswa yang selalu mengaku Agent of Change atau Agen Of Social Control selalu kena getahnya, sebagai contoh kecil ada teman saya yang takut pulang ke rumahnya karena selalu ditanya oleh masyarakat sekitarnya kenapa samapai saat ini belum ada perubahan ekonomi. Bagaimana tidak jika setiap kali mereka aksi (demonstrasi) selalu dianggap angin lalu bagi pemerintah dan selalu saja di benturkan dengan para parat yang tidak segan-segan melakukan tindakan represif atas instruksi dari para pejabat dan para pemimpin rezim (hajar semua aral membela yang bayar). Aksi-aksi yang dilakukan selalu saja antiklimaks dan yang terjadi mereka harus menerima luka lebam akibat bentrok dengan aparat bahkan ada yang sampai mendekam di penjara karena dianggap sebagai profokator. Sungguh sebuah tindakan pelanggaran terhadap konstitusi.
Sudah jatuh tertimpa tangga itulah yang dialami para mahasiswa sekarang mereka disalahkan oleh rakyat, tetapi juga dibungkam oleh pemerintah. Selama ini aksi-aksi yang mewarnai di daerah-daerah dan di kota-kota yang sering kita temui di surat kabar dan media informasi lainnya hanya aksi yang bersifat sinergis bukan kritikan atau penolakkan terhadap kebijakkan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat.
Rakyat
Dan yang paling parah menanggung semua akibat ini adalah rakyat. Rakyat kecil di desa-desa semakin kesulitan, bahkan ada yang kelaparan, busung lapar, serta harus memakan nasi aking. Para pengusaha juga terkena imbasnya karena krisis global yang melanda negeri bebrapa waktu yang lalu sehingga banyak pabrik-pabrik yang harus gulung tikar. Akankah semua ini akan berakhir setelah pemilu 2009 ataukah semakin bertambah parah. Semua itu tergantung dari kita semua. Namun bagi bangsa kita dewasa ini pemahaman demokrasi hanya sebatas prosedural tanpa memahami lebih dalam arti dari demokrasi yang sesungguhnya. Yang mereka tahu hanyalah di negara demokrasi akan ada pemilu untuk mencari pemimpin dan yang memilihnya adalah rakyat dan jika ingin berkuasa di negeri ini maka kita harus pandai-pandai mencuri simpati rakyat. Tanpa disadari pengetahuannya hanya sebatas kemampuan seorang anak SD yang baru mendapatkan pelajaran PPKN dari gurunya. Asalkan bisa dipilih dan dan menang dipemilu mereka bisa berkuasa dan mendapatkan tahta di negeri ini. Inilah yang mendorong menjamurnya para calon-calon legislatif dan pemimpin negeri ini, padahal jika kita tanyai kemampuan apa yang dimilikinya jawabannya hanya kosong belaka. Tanpa ada basic kepemimpinan yang teruji serta kematangan berfikir dan wawasan luas saja tidak menjadi prasyarat pokok seseorang mencalonkan diri, program-program yang akan dilaksanakan, serta amanah saja belum bisa mengangkat bangsa kita dari keterpurukan apalagi hanya dengan modal nekat dan uang saja mereka sudah berlomba-lomba membentangkan spanduk dan iklan agar rakyat memilihnya.
Apakah kita masih percaya kepada elite politik seperti mereka atau akankah muncul Satrio Piningit (bukan aliran sesat di pasar minggu) atau pahlawan yang akan mengangkat bangsa kita dari keterpurukan semua itu hanya waktu yang akan menjawabnya dan jawabannya setelah pemilu 2009.
Joe Ryan (baseball)
-
← Previous revision Revision as of 06:15, 17 May 2024
Line 18: Line 18:
|debutteam = Minnesota Twins
|debutteam = Minnesota Twins
|statleague = MLB
|s...
31 minutes ago