Tuesday, August 11, 2009

Rebel Music, Musik Pemberontakan


Rebel Music! Musik Pemberontak !
Demikian yang kerap terjadi dengan lagu-lagu Bob Marley yang berbahasa Inggris dalam gaya bahasa dan dialek Jamaica atau Rasta. Bagi yang baru mendengarnya, musik Reggae Bob sering dianggap musik kelas bawah yang tidak berkelas, layaknya musik dangdut di Indonesia. Bukan itu saja, pribadi Bob Marley sendiri sebagai pemusik sering disinisi sebagai “peracau” yang cuma bermimpi dibuai asap mariyuana. Kenyataannya, saat ini tercatat lebih dari 300 juta keping rekaman Bob Marley digandakan di seluruh dunia, tidak termasuk versi bajakannya. Harian New York Times menilai Bob Marley sebagai musisi paling berpengaruh sepanjang paruh kedua abad ke-20. Lagunya One Love dipilih sebagai Anthem of Millennium oleh radio BBC Inggris. Majalah Time menobatkan Exodus sebagai Album Terbaik Abad ke-20. Dan catatan dari Presiden Amnesty International, Jack Keley, bahwa kemana pun ia pergi ke seluruh dunia, Bob Marley selalu menjadi simbol kebebasan! Dan lagu Get Up Stand Up, selolah identik dengan Amnesty International dan perjuangan kemanusiaan lainnya.

Siapakah sesungguhnya Bob Marley?Awalnya adalah Ska Debut Bob dimulai bersamaan dengan demam musik anak-anak muda seusianya seiring dengan eforia kemerdekaan Jamaica,
sebuah negara pulau di Laut Karibia (bagian tengah benua Amerika), dari penjajahan Inggris pada tahun 1962. Di tahun itu Bob pertama kali merekam suaranya dalam lagu berjudul Judge Not. Ditahun itu pula, Bob bertemu anak muda lain yang punya ambisi musik, yaitu Neville O”Riley Livingston (Bunny Wailer) dan Peter McIntosh (Peter Tosh) dan membentuk band bernama The Wailing Wailers. Single pertama The Wailing Wailers, Simmer Down (1963). Di masa-masa awal itu musik Bob bercorak Ska, sebuah ritme asli Jamaica yang saat itu menjadi musik dominan di Jamaica. Sejak pertama itu pula syair-syair Bob begitu penuh percaya diri dan berisi ungkapan-ungkapan yang mengkiritik penguasa kolonial dan akibat yang ditimbulkannya.Di masa itu stasion radio masih berada dalam kungkungan pemerintahan kolonial sebelumnya sehingga hanya menyiarkan musik-musik barat dan tak ada tempat untuk musik lokal, apalagi yang bersyair penuh kritik. Karena itu rekaman album Bob hanya diperdengarkan secara keliling oleh penyedia jasa sound system, dari satu pesta ke pesta lain. Lewat suatu perdebatan yang rasional dan patriotik, akhirnya Bob berhasil “memaksa” seorang penyiar radio untuk mengudarakan lagu-lagunya.

Mulai saat itulah lagu-lagu Bob dikenal di seantero Jamaica dan spontan mendapat tempat di hati rakyat Jamaica. Lagu-lagu Bob selalu penuh dengan metafor-metafor khas Jamaica dan menjadi inspirasi serta menggedor kesadaran rakyat Jamaica untuk bangkit dari kemiskinan dan ketertindasan. Salah satunya adalah metaformetafor yang ada dalam lagu I Shot The Sheriff.Bob Marley dan Politik Bob tak pernah berpolitik dan bukanlah seorang politisi yang kerap berorasi akan penindasan. Baginya yang terpenting adalah komitmennya pada kehidupan dan alam. Musik-musiknya menjadi semacam catatan akan penindasan yang dilihat dan dirasakannya.

Saat Bob bekerja di Amerika Serikat sebagai pembersih lantai di Hotel Dupont atau pun bekerja shift malam di pabrik mobil Chrysler, ia mengalami apa yang disebut diskriminasi ras hingga puncaknya pada kerusuhan rasial dan pembantaian kaum negro oleh Ku Klux Klan. Hal itu membuat Bob shock dan memutuskan kembali ke Jamaica. Di Jamaica, Bob mendalami spiritualitas Rastafari, di mana mengajarkan pembebasan diri dari ketertindasan tanpa melalui kekerasan. Lewat musiknyalah Bob menemukan senjatanya. Dengan corak baru dan petikan gitarnya yang khas musiknya menjadi semakin berkarakter, disebut Raggae. Karenanya musik Bob menjadi semacam surat kabar tentang kehidupan, khususnya berita dan pembelaan kaum yang ditindas. Musiknya menjadi bahasa universal tentang kemanusiaan yang kemudian juga menjadi inspirasi di belahan dunia lain. Adalah Island Record, Inggris yang berperan menyebarkan gagasan-gagasan Bob keluar Jamaica hingga menjadi demam di Eropa. Perkembangan di Jamaica sendiri semakin tidak menentu. Saat itu Jamaica tengah dilanda kerusuhan akibat ketidakpuasan masyarakat karena janji-janji kehidupan yang lebih baik pasca kolonial tak cepat terwujud. Kerusuhan semakin meruncing pada perpecahan bangsa akibat perseteruan politik yang memanas antara PM Michael Manley yang berkiblat ke Kuba dan lawan politiknya Edward Seaga yang berkiblat ke AS. Pada 1976, Bob diminta PM Michael Manley untuk menggelar konser ”Smile Jamaica” untuk menghibur kembali rakyat Jamaica yang tengah susah. Namun konser itu kemudian dipolitisir, karena diselenggarakan menjelang pemilu. Bob akhirnya menjadi korban serbuan sekelompok orang bersenjata ke rumahnya, dua hari sebelum konser. Tangannya terserempet peluru, namun setelah perawatan di rumah sakit, Bob tetap melanjutkan tekadnya menggelar konser. Baginya, hidupnya tidaklah penting, yang terpenting adalah kehidupan rakyat Jamaica. Bob tetap bernyanyi di bawah penjagaan aparat yang ketat. Sesudah konser, Bob mengasingkan diri ke London, selain untuk menenangkan diri, alasan keamanan juga menjadi pertimbangan mengingat CIA memandang musik Reggae semakin dianggap berbahaya sebagai penyulut kesadaran rakyat Jamaica dan gerakan anti Amerika.Tokoh HumanisKecintaannya terhadap Jamaica tak bisa membuatnya berlama-lama betah di London. Baginya Jamaica adalah representasi orang kulit hitam di seluruh dunia serta representasi kemiskinan dan penindasan di seluruh dunia. Karenanya ia merasa harus selalu menjadi bagiannya untuk terus mewartakan serta memperjuangkannya ke seluruh dunia. Setelah empat belas bulan, 1978 Bob pulang ke Jamaica. Melihat Jamiaca yang semakin parah dengan aksi-aksi kekerasan, penculikan dan pembunuhan, Bob berinisiatif untuk menggelar konser gratis bagi proses rekonsiliasi bagi kelompok politik yang berseteru dan menyatukan kembali Jamaica. Konser diberi nama ”One Love” Peace Concert.

Berkat kharisma Bob Marley yang dicintai rakyat Jamaica, konser berlangsung aman dan kedua lawan politik yang berseteru bisa dihadirkan di atas panggung memenuhi permintaan Bob untuk berpelukan dan berdamai. Selanjutnya Bob bertekad membangun Jamaica. Ia membangun perusahaan rekamannya sendiri, Tuff Gong Record, di rumahnya. Dari hasil penjualannya, Bob dapat memberi makan dan menyantuni orang-orang miskin Jamaica. Tercatat ada 3.000 orang lebih yang diberi makan setiap hari. Sementara itu Bob juga terus concern akan kelaparan yang terjadi di sebagian belahan Afrika serta politik diskriminasi warna kulit (apartheid) yang masih dijalankan di Afrika Selatan. Semua itu disuarakan Bob dalam lagu Unite Africa dalam album terbarunya. Kontan saja lagu itu dilarang diperdengarkan di Afrika Selatan. Seluruh piringan hitam album tersebut mengalami sensor dengan menyilet track lagu tersebut dan mencoret pada bagian covernya. Di sisi lain Bob malah mendapat penghargaan menjadi satu-satunya artis
asing yang diundang dalam konser Kemerdekaan Zimbabwe yang dihadiri oleh Pangeran Charles dan persiden pertama Zimbabwe Dr. Robert Mugabe pada 1980.CIA di Balik Kematian Bob?Di tahun 1980 juga Bob mendapat undangan konser tur di beberapa tempat di Amerika Serikat oleh organisasi persaudaraan kulit hitam AS. Di suatu hari minggu, 21 Sepetember 1980, Bob yang tengah berjogging di Central Park, New York terjatuh dan dilarikan ke rumah sakit. Ternyata penyakit melanoma, kanker kulit yang telah dideteksi 3 tahun sebelumnya telah menyebar ke paru-paru dan otaknya. Dokter pun menduga umur Bob hanya akan bertahan beberapa minggu lagi. Delapan bulan setelah berjuang dengan kondisi tubuh yang terus merosot, Bob akhirnya harus menghembuskan nafasnya yang terakhir. Pemakamannya dilangsungkan di Jamaica pada 21 Mei 1981. Banyak pihak yang tak percaya akan kepergiaannya dan meragukan kematiaannya secara normal. Apakah ada peran CIA di balik kematian Bob? Banyak yang menghubunghubungkan aktivitasnya dengan operasi intelejen AS itu. Apalagi kanker melanoma
yang disebabkan kelainan gen, hanya dialami oleh orang kulit putih.
Kematian Bob yang misterius ini pun akhirnya membawa pada latar belakang Bob sesungguhnya. Ayah Bob Marley, Captain Norval Marley, adalah pria kulit putih Jamaica berusia 50 tahun anggota British West Indian Regiment yang menjadi pengawas perkebunan. Ibunya, Cedella Booker adalah gadis kulit hitam 18 tahun yang bekerja di perkebunan tersebut dan dihamili sang pengawas. Mereka menikah tahun 1944 dan pada 6 Februari 1945 lahirlah Robert Nesta Marley alias Bob. Setelah itu sang ayah meninggalkan keluarganya, walaupun sesekali masih memberikan dukungan finansial bagi pertumbuhan Bob. Berasal dari ayah kulit putih inilah yang memberikan kemungkinan bagi Bob secara genetik menderita melanoma. Lepas dari kematiannya yang misterius, kehidupan dan karya-karya Bob adalah sangat nyata. Kesedihannya, cinta dan pemahamannya pada kemanusiaan, pemikiran dan spiritualitasnya adalah sesuatu yang masih eksis dan berpengaruh hingga hari ini. Bob adalah musisi yang disiplin, selalu menjadi orang pertama yang datang dan yang terakhir pulang di studio rekaman. Selalu tepat waktu dan bersungguhsungguh dalam setiap latihan. Bob sangat tidak dapat mentolerir suasana latihan yang tidak serius. Di balik syair-syairnya yang keras, Bob sesungguhnya adalah seorang yang rileks dengan hobbynya dan kemahirannya bersepak bola. Dan di balik kekerasan hatinya, sesungguhnya Bob adalah pribadi yang romantis dan
penuh perhatian. Lagu Stir It Up ditulis dan digubah khusus untuk kekasihnya Rita yang kemudian dinikahinya dan memberikan lima orang putra dan seorang putri. Keenam anaknya dari Rita itu pun lima di antaranya berprofesi sebagai musisi, dua di antaranya peraih Grammy yaitu Ziggy Marley (singer & songwriter) dan Stephen Marley

( thanx to Amild u/ kontribusi tulisan ini )
Jl.Puloasem I C no. 57 Rawamangun, Jakarta Timur
Phone: (021) 4895326 - Fax :(021) 4757005
Ibnu ( Manager) at 08129217757Nino (Album Management)
E-mail : indonesia_rasta@yahoo.com
Reggae dan rasta

Thursday, August 6, 2009

Perubahan yang Setengah-Setengah


Beberapa waktu yang lalu kita sama-sama menyaksikan sebuah pergulatan politik yang sangat dahsyat dari beberapa tokoh politik kita di dalam arena pertarungan pilpres. Semua kandidat melalui beberapa Tim Suksesnya mengaku paling benar dan sama-sama dicurangi. Ada apa dibalik semua itu?

Kita sama-sama mengetahui jika semua yang terjadi di dalam layar kaca tidak semuanya benar. Mulai dari sinetron, kuis berhadiah jutaan rupiah yang akhirnya habis dipotong pajak, rality show yang penuh dengan drama dan air mata bahkan bisa melebihi sinetron, begitu pula dengan yang terjadi dengan politik nasional. Hampir semua yang kita lihat adalah sebuah pencitraan saja. Kembali pada kasus para TS yang menganggap pemilu 2009 sarat dengan kecurangan dan harus diadakan pemilu ulang.
Memang sejak awal kita dapat melihat betapa pemilu kali ini berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. 1999 kita masih menggunakan pola lama hanya saja ada penambahan jumlah partai yang bertarung dalam kancah pemilu tersebut. 2004 mulai ada ruang demokrasi bagi rakyat, dengan dirubahnya UU pemilihan umum yang menyatakan bahwa presiden akan dipilih langsung oleh rakyat. Pada pemilu kali ini pintu demokrasi semakin semakin dibuka lebar dengan diberlakukannya sistem baru dari MK melalui KPU selaku pihak yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pemilu memberikan keleuasaan terhadap pemilih untuk memilih langsung para wakil rakyat mereka di kursi DPR.Pemilu kali ini hampir 40 partai politik bertarung untuk meraup suara dengan berbagai cara termasuk melibatkan kalangan selebritis untuk terjun kedalam dunia politik (yang sebenarnya masih asing bagi mereka) pada pemilu kali ini.

Apapun akan kami lakukan untuk memperoleh simpati rakyat... karena bagi kami rakyat adalah segalanya dan kami muncul pada pemilu kali ini atas permintaan rakyat yang ingin perubahan bagi bangsa ini..." berikut kutipan dari beberapa pimpinan tinggi dalam massa kampanye juli kemarin. Mengatasnamakan rakyat dengan memunculkan beberapa delegasi dari para artis yang notabene adalah seorang aktor dan aktris dan bagi mereka akting dan berperan dengan beberapa karakterpun menjadi pekerjaan sehari-hari mereka. Sangat ironi dengan tujuan mulya mereka mengatasnamakan kakyat yang rindu akan perubahan.

Nampaknya perubahan versi mereka terhadap bangsa ini berbeda, mungkin menurut mereka jika para artis yang akan melenggang di istana akan bisa berakting mamainkan karakter seorang pemimpin bijak seperti dalam sinetron. Jika uji materi hanya dinilai dari peran mereka di dalam sebuah sinetron, maka negara ini juga hanya akan menjadi negara sinetron yang penuh dengan drama dan air mata atau sekalian saja dibuat Sinetron "INDONESIA" pasti banyak penggemarnya. Dan jika hal ini terus dibiarkan terjadi bisa gawat bangsa ini, mau jadi apa bangsa kita ke depannya. Negeri ini bukan hanya dijadikan sebagai gudang artis sinetron saja tapi negeri ini harus muncul ke dunia internasional dengan prestasinya baik dalam bidang Sains, Olah raga, Budaya, Musik bahkan prestasi dalam mengusung demokrasi. (walaupun bisa juga bangsa ini terkenal karena sinetronnya).
Setiap kali diadakan pemilu selalu ada perubahan dan anehnya perubahan itu hanya setengah saja. Walhasil terjadi kekacauan dimana-mana. Buktinya setiap ada pilkada pasti pasca pemilihan pasti saja muncul protes dari kubu yang kalah yang menilai pilkada tersebut tidak sah dan banyak jumlah suara fiktif dan itu terjadi hampir di setiap pemilihan kepala daerah di seluruh indonesia. Hal ini sudah menunjukkan betapa kurang siapnya KPU dalam menyelenggarakan pemilu dan mengakibatkan BAWASLU selaku badan independen pengawas pemilu semakin kurang kredibilitasnya. Apkah selama ini bawaslu tidak mengindikasi adanya kesemerawutan seperti ini? atau mereka terlalu sibuk menyiapkan agenda besar tampil di layar kaya bak seorang pahlawan yang berhasil mengawal pemilu.
Tentunya kita sama-sama pahami negeri ini memang membutuhkan sebuah perubahan. Dan perubahan tersebut tidak muncul secara tiba-tiba tentunya ini memerlukan waktu yang lama untuk berproses, dan dalam proses mengusung demokrasi tidak bisa dilepaskan dari peranan rakyat. Rakyat harus berpartisipasi aktif dalam mengusung demokrasi di negeri ini. Jangan pernah kita menyalahkan para pemimpin kita yang korup dan tidak memihak terhadap rakyat jika kita hanya diam dan asyik dengan dunia kita. Sementara mereka yang menjadi wakil kita dipemerintahan dibiarkan tanpa kontrol untuk berbuat semau mereka. Padahal nasib kita rakyat indonesia ditentukan oleh mereka sebagai mandataris rakyat indonesia.
Untuk itulah kita harus sadar dengan posisi kita sebagai pemberi mandat, kita harus selalu melihat dan mengawasi gerak-gerik para pemimpin kita di sana. Jangan sampai mereka menyalahgunakan wewenang yang telah kita berikan kepada mereka. Ingatlah kekuatan terbesar bangsa ini bukan terletak pada pada pemimpinnya yang cerdas tapi pada seberapa cerdas orang-orang yang dipimpinnya. (che)